Always be grateful

Always be grateful
Just enjoy the path...

Dear YOU

Hello pals!

You come from everywhere...
Here are some stories of mine...
Puzzles that i keep searching through my life

Hope my writing will inspire you...
Make you figure out, when you're sad, there's someone worse than yours.
Make you realize that happiness is something you should share to others.

So, enjoy the pieces of mine ^^

Saturday, October 17, 2009

Terlambat Sudah

Kelamnya malam tak dapat menandingi kelamnya hatiku pada malam itu. Sampai detik ini, tak mampu kutepiskan bayangan hitam yang menghantuiku. Tiga tahun yang lalu, hari terindahku menjelma menjadi hari terburuk dalam hidupku. Detik saat kuketahui dia pergi dariku mengubah semua mimpi indah yang telah kubangun menjadi mimpi buruk yang menyiksaku. Susah payah kubangun perasaanku padanya. Ternyata dia rusak begitu saja.

14 September 2002, tanggal yang akan kuingat selalu. Saat aku mulai merasakan getaran-getaran cinta yang ada di hatiku, di kamar yang selalu menemaniku suka maupun duka. Salah seorang sahabatku menelepon dan memberitahuku kabar penting yang sangat tak ingin kudengar. “Del, Anly, Del, dia…. dia sudah berangkat ke Jakarta dua jam yang lalu. Aku tau dari sepupunya yang kebetulan nelpon aku tadi. Kamu jangan sedih ya….”

Tak mampu lagi kubalas kata-kata Sheron. Jangan bersedih? Aku juga ingin, tapi apakah aku bisa untuk tak bersedih. Apa aku bisa menahan air mata yang terlanjur membasahi pipiku? Apa aku bisa melupakan kata-kata Sheron yang terlanjur singgah di telingaku dan melekat di pikiranku? Apa aku bisa? Malam ini menjadi malam paling indah karena aku mulai jatuh cinta dengannya setelah kurang lebih tiga bulan kedekatan kami. Sekaligus malam yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Jika aku salah seorang terpenting dalam hidupnya, salahkah dia memberitahukan keberangkatannya? Salahkah dia memintaku menunggunya? Aku pasti akan menunggunya kembali. Saat datang dalam kehidupanku, dia membawa banyak kebahagiaan yang mengisi hari-hari indahku. Lalu mengapa kepergiannya meninggalkan kesedihan dan luka yang membekas?

Tiga tahun silam sudah, namun semuanya masih melekat kuat di benakku. Salahkah aku mencintainya? Salahkah aku mengaharapkannya? Salahkah aku memberinya kesempatan? Yang pada akhirnya membuatku sengsara. Merasa dipermainkan dan tidak dihargai. Tapi ini semua bukan kemauanku. Aku hanya menuruti kata hatiku yang terlanjur mencintainya meskipun kenyataannya terasa sakit.
¤¤¤

Hari Senin pagi seperti biasa aku menjalankan rutinitasku. Awal kegiatanku yaitu pergi ke kampus. Aku mengambil jurusan manajemen bisnis. Kuputuskan memilih jurusan itu mengingat tuntutan bisnis orang tuaku yang dikelola secara turun temurun. Aku anak semata wayang kedua orang tuaku sehingga mau tidak mau aku harus mengurus perusahaan milik papa yang bergerak di bidang ekspor impor itu.

“Del…. Temenin aku ke perpus donk. Mao nyari bahan nih…” teriak Sheron berlari menyusulku yang sedang berjalan di lapangan parkir.
“Napa harus?” godaku.
Sheron mengambil jurusan arsitektur. Dia memang jago menggambar dan mempunyai ide-ide yang cemerlang.
“Ayolah, Miss Fidelia Monica yang cute banget. Temenin aku donk…” bujuknya.
“Baiklah. Mana tega aku biarin temanku yang manis ini sendirian. Hehe…”
Beginilah hari-hariku diisi canda ria kami. Aku bersyukur mempunyai sahabat seperti Sheron yang selalu siap sedia kapan saja aku butuh.

“Sheron, Fidelia, da anak baru. Orangnya cakep banget lo. Aku juga baru ketemu dengannya. Tuh anaknya ada di bagian sejarah,” bisik Merlyn, teman sejurusanku.
Aku dan Sheron hanya tersenyum. Siapa sih yang tidak mengenal Merlyn? Cewek populer di kampus kami. Wajahnya cantik banget dan tubuhnya juga ok banget. Heran saja, tak seorang cowok pun yang nyangkut di hatinya. Semuanya hanya dijadikan untuk kesenangannya saja.
¤¤¤

Sambil menunggu Sheron mencari buku yang diperlukannya, aku memilih membaca sebuah buku mengenai objek-objek wisata negara-negara di dunia. Sungguh ingin mengunjungi semua tempat yang ada di gambar dalam buku itu. Kurasakan ada seseorang yang duduk di depanku tapi tak kupedulikan karena sudah terpesona dengan keindahan objek wisata yang sedang kulihat.

Setengah jam berlalu, orang di depanku berkata,”Terlalu serius membaca atau memang sengaja tak ingin melihatku?”
Suara itu, lama sekali tak kudengar, darahku seakan membeku dan berhenti mengalir. Aku mengangkat wajahku dan menatapnya. Dia juga menatapku. Kuamati dirinya tak jauh berubah. Hanya makin tinggi dan makin kurus.

“Kaget? Aku baru saja di sini. Ini hari pertamaku.”
“Untuk apa kamu kembali?”
“Untuk berjumpa kembali denganmu.”
“Setelah pergi begitu saja?”
“Maafkan aku.”
“Maaf? Setelah mempermainkan perasaanku dan pergi tanpa kabar. Kamu hanya bisa bilang maaf?”
“Aku menyesal. Aku ingin kita kembali seperti dulu.”
“Kembali? Kita tidak pernah memulainya.”
“Tapi kamu mencintaiku kan? Aku tau kamu sedih tapi sungguh aku benar-benar menyesali semuanya. Aku ingin kita memulai semuanya yang tertunda.”
“Begitu mudahkah?”
“Lalu aku harus gimana? Aku akan melakukan apapun agar kita bisa memulai lembaran yang baru.”
Tak terasa air mataku pun mengalir.
“Aku sudah memaafkanmu di malam saat kamu pergi.”
“Del…. Aku…”
“Maaf, mungkin dulu aku memang mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Tapi sekarang aku tidak bisa menerimamu lagi.”
“Apa ada orang lain yang telah mengisi ruang di hatimu?”
“Tidak. Tiga tahun yang lalu, kamu pergi begitu saja, sekarang kamu kembali dan muncul tiba-tiba di hadapanku. Aku tidak mungkin bisa menerimamu. Aku juga tidak ingin mengetahui alasanmu pergi tanpa kabar. Tapi satu hal yang harus kamu ketahui secara jelas. Kita tidak mungkin memulai kembali. Setelah sakit dan perih hatiku berhasil kukalahkan, pintu hatiku sudah tertutup rapat untukmu. Semuanya sudah terlambat. Maaf…”
Dapat kulihat air mata membasahi wajahnya. Aku juga terluka. Kuakui aku masih mencintainya tapi entah kenapa aku tak bisa menerimanya dalam hidupku.

“Del… lho? Anly? Kamu kok… Del, lu kenapa?” kata Sheron bingung saat menemuiku.
“Ayo kita pergi. Sampai jumpa, Anly!” kataku sambil menghapus air mataku.
¤¤¤

Kuceritakan semuanya pada Sheron dan dia mengerti. Katanya mungkin luka di hatiku lah yang tak bisa menerimanya kembali. Mungkin juga. Dulu, sekarang, dan selamanya aku akan mencintainya karena dia cinta pertamaku tapi sudah tak mungkin aku membuka pintu hatiku untuknya lagi. Terlambat sudah. Kesempatan itu telah pergi.
¤¤¤
Medan, 24 Mei 2006

No comments:

Post a Comment