Always be grateful

Always be grateful
Just enjoy the path...

Dear YOU

Hello pals!

You come from everywhere...
Here are some stories of mine...
Puzzles that i keep searching through my life

Hope my writing will inspire you...
Make you figure out, when you're sad, there's someone worse than yours.
Make you realize that happiness is something you should share to others.

So, enjoy the pieces of mine ^^

Sunday, September 26, 2010

Second Month in 20th

Mungkin sudah rada telat yah.. karena ini sudah memasuki bulan ketiga... Better late than never...

Di bulan kedua ini.. Hmmm... apa yang saya lakukan yah?
Saya sudah mulai masuk kuliah... Sudah kembali ke rutinitas yang lumayan padat dan sedang memegang satu project yang lumayan besar di PVVD. Bulan ini lagi mempersiapkan acara itu yang akan diadakan pada bulan ketigaku di umur 20 ku nanti. Kuliahku semester ini lumayan padat dan banyak tugas kelompok. Rasanya kalau aku bisa memperbanyak diriku, aku bersedia. Aku rasa hanya itu bulan keduaku... masih seputar dunia kuliah yang rutin saja... Bulan ketiga mungkin akan lebih menyenangkan...

Enjoy the differences... ^^

Cukup lama tidak berbagi kisahku denganmu sobat... Yah, seperti biasa aku cukup sibuk dengan kegiatan organisasi dan tugas yang tak kunjung berhenti. Mungkin memang benar kata seorang teman aku, bahwa aku tidak akan bisa lepas dari organisasi, karena hidupku di sana dan itulah sumber kesibukanku. Yang mau aku bagikan kali ini tentang kehidupan organisasi sosial dan non sosial. Aku membandingkan antara organisasi di vihara dan kampus. Meski sama-sama tidak dibayar melalui upah namun budaya dari keduanya sangat bertolakbelakang dan memiliki kesamaan juga. Organisasi kampus, kita mandiri sendiri dan mengurus project kita sendiri dan ketegasan dalam melakukannya. Sistemnya menyerupai sistem kerja. Upahnya hanya berupa sertifikat dan tentunya pengalaman organisasi yang terus diasah. Sementara organisasi di vihara aku yang di Bandung juga demikian, semuanya urus secara mandiri. Bahkan, aku terus terang cukup kaget dengan sistem seperti ini. Jujur, saat di Medan, seluruh pengurus bergabung bersama melakukan sebuah acara meski tetap project leadernya berbeda. Namun semuanya terjun langsung. Bergabung dengan organisasi vihara di Bandung benar-benar merupan beban yang luar biasa berat bahkan lebih berat daripada acara yang aku pegang di kampus. Di kampus setidaknya ada back up dari para dosen dan juga sarana serta prasarana telah tersedia. Sementara ini, aku berusaha sendiri tanpa back up, back up hanya di saat-saat terakhir, sarana dan prasarana seluruhnya diurus sendiri. Belum lagi ditambah cara menghadapi panitia-panitia yang tentunya harus berbeda dari kampus. Di kampus bisa berlaku lebih keras, tegas karena telah mirip dengan suasana kerja. Di vihara tidak demikian, tingkat kesabaran harus dinaikkan untuk menghadapi mereka yang menurut standarku sangat tidak profesional. Di kampus meski bukan sosial secara tepat, tapi panitia benar-benar bertugas melayani peserta. Mendahulukan kepentingan peserta, contohnya makan belakangan setelah pekerjaan selesai. Lain hal nya dengan bekerjasama dengan teman-teman vihara yang justru harusnya melayani malah ikut-ikutan peserta makan tanpa mempedulikan apakah peserta ada kekurangan apa ataukah pekerjaan mereka telah selesai. Seorang pembicara pernah mengatakan pemimpin yang baik harus menjadi doer bukan hanya talker. Aku sudah berusaha menunjukkannya. Turun tangan mengerjakan pekerjaan yang harusnya menjadi bagian dari mereka, bahkan perut juga tidak lapar meski tidak diisi tapi tetap saja kepekaan dan kesadaran masih kurang. Yang aku heran mengapa demikian? Sama-sama tidak dibayar, namun di kampus jauh lebih berkembang dan profesional. Meski ada juga beberapa yang tidak, tapi rata-rata demikian.

Mungkin benar kata seorang teman aku yang mengatakan bahwa aku tidak seserius dulu. Mungkin tingkat kesabaranku telah bertambah. Apapun itu, acaraku telah sukses. Kata seorang dosen padaku, jangan fokus pada orang-orangnya tapi fokuslah pada tujuannya karena sebuah organisasi takkan luput dari orang-orang seperti itu. Terima kasih telah memberikan kesempatan yang begitu berharga untuk memegang acara ini sehingga dapat melatih praktekku, meningkatkan kesabaranku. Setelah aku merenung, aku bergabung dengan organisasi vihara ini untuk menebus kesalahanku tahun lalu yang sempat resign. Mungkin saat itu aku terlalu tertutup terhadap mereka. Kini aku telah lebih membuka diri, lebih berusaha memahami mereka, dan lebih sabar menghadapi mereka, karena kita berbeda. Mereka dengan tingkah laku mereka, dan aku dengan tingkah laku aku. Tenty aku tak bisa memaksakan sesuatu yang menurutku bagus kepada mereka. Biarlah mereka begini adanya dan aku begini adanya. Organisasi ini merupakan tempat yang sangat bagus, terlalu bagus malah untuk melatih kesabaran dan emosiku dengan tingkah laku orang-orang yang berbagai macam. Aku akan menikmati perbedaan ini dan momen-momen setengah tahun ke depan lagi. Semoga saat itu aku akan menjadi orang yang sangat sabar. The point is.. serve all the mankind...

Monday, September 20, 2010

After those all, then what?

Tiba-tiba teringat akan pembahasan ini, menurut saya cukup menarik, Sobat.

Pertama, soal hal yang sedang menghangat ini yaitu global warming. Banyak orang dengan gencarnya kampanye soal ini. Bahkan banyak orang yang mulai terpengaruh untuk ikut menyelamatkan dunia ini. Tak sedikit juga orang yang tetap tidak berpengaruh dengan pikiran toh dengan saya sendiri tidak akan menyelamatkan dunia ini. Baru-baru ini saya mengikuti sebuah worskhop dan mendapatkan satu quote bagus yaitu " Apa yang orang dipikirkan itu urusan mereka, yang kamu lakukan adalah urusan kamu." Tidak perlu terlalu mempedulikan ruiang lingkup orang lain, perhatikan ruang lingkup kita sendiri. Saya sendiri belum begitu bisa ikut andil dalam "Save this world!". Apa yang saya lakukan masihlah hal kecil seperti berusaha mematikan listrik saat tidak digunakan lagi, mengurangi kantong plastik saat berbelanja meski tidak sampai membawa kantong belanja ramah lingkungan, hanya mengurangi hingga dibutuhkan secukupnya. Mengurangi penggunaan tissue dan kertas yang berlebihan. Hingga sekarang itu yang bisa saya lakukan. Nah, saya kadang merasa heran dengan orang yang bersemangat sekali mengajak orang untuk mengurangi hal-hal yang memicu global warming hingga kadang dia akan lupa yang dia lakukan sebenarnya bertolak belakang, terlalu fokus pada hal yang terlalu besar hingga hal yang kecil kadang lupa. Entah apa pemikiran orang, menurut saya segala sesuatu lebih baik dimulai dari hal kecil, dari diri sendiri. Kalau diri sendiri telah berhasil melakukannya, barulah mengajak orang. Saya terus terang jarang berbicara mengenai global warming. Hanya melakukan yang mampu saya lakukan.

Kedua, bakti sosial. Pada dasarnya membantu orang yang sedang kesusahan merupakan hal yang luar biasa. Namun jujur, hingga sekarang saya belum pernah terjun langsung untuk menolong mereka yang membutuhkan. Mengapa? Alasannya sederhana. Saya merasa saya belum mampu menerapkan apa yang akan saya dapatkan di sana ke kehidupan sehari-hari saya. Mendengar banyak cerita teman tentang pengalaman kunjungan mereka, dengan keadaan mereka yang begitu prihatin dan keadaan kita yang jauh lebih baik dari mereka, rasa kasihan muncul dan bersyukur muncul bersamaan. Setelah itu semua apa? Kita akan kembali ke kehidupan kita yang dulu, yang kadang masih lupa untuk bersyukur dan banyak menuntut. Semua rasa itu hanya berakhir selama beberapa hari, tak dibawa ke kehidupan yang nyata. Bukan maksud menghakimi, tapi saya telah memperhatikan beberapa teman saya yang dengan bersemangat bercerita betapa tragisnya kehidupan di pedalaman, dan benar-benar merasa bersyukur dengan hidup mereka, namun tetap saja hanya kesusahan sedikit tidak puas, mengomel, dan segala macam. Lalu di mana rasa bersyukur beberapa hari itu?

Ketiga, retret. Retret merupakan suatu acara untuk pelatihan dan pengembangan batin kita. Setelah kita mengikutinya, kita sadar bahwa selama ini kita banyak melakukan hal-hal keliru dan benar-benar mengetahui apa yang harus sebenarnya dilakukan. Setelah dari retreat, kita kembali ke kehidupan seperti biasanya. Memang tak semua orang, namun hanya sedikit yang benar-benar berubah dan termotivasi saat retreat hingga kehidupan sehari-harinya. Saya tidak termasuk golongan yang sedikit itu. Menurut saya, memang dibutuhkan motivasi dari orang lain, namun motivasi terpenting adalah diri sendiri. Di saat diri sendirimu memutuskan untuk berubah, maka kamu akan berubah. Semua keputusan itu ada di tanganmu sendiri bukan orang lain. Untuk itu, percuma ikut retret ratusan kali, jika dirimu tidak mau berubah hanya tergugah selama beberapa hari saja. Then, what? Nothing.

PS:
Watch yourelf, not others.
Everything begins with small things.
Your life is your decision.
What you get, it will be useful when you applicate and develop in your life,.

Sunday, September 5, 2010

Aku selalu diajarkan untuk bersyukur. Meski kadang aku lupa akan hal itu. Keluargaku bukanlah orang-orang romantis yang akan mengingat setiap tanggal ulang tahun dan mengucapkan selamat ulang tahun. Namun jika ada masalah di antara kami pasti semuanya akan tahu. Aku tak pernah meminta apa-apa dan tidak pernah mengharapkan apa-apa. Beginilah adanya. Papa yang sangat tegas, mama yang sangat berpikiran terbuka, itu sudah merupakan kombinasi yang bagus bagiku. Meski selalu bertengkar dengan adikku. Aku menyadari dia telah tumbuh sedikit dewasa. Dia telah berkembang sedikit demi sedikit. Mendengar cerita teman-temanku yang dengan puas membelanjakan uang dengan limit tak terbatas, mendapatkan kado saat ulang tahun dan nilai bagus kadang sempat tersirat rasa iri dan dengan segera kuenyahkan. Limit belanjaku juga tak terbatas selama uang tabunganku masih ada. Sering kali mendengar mereka bercerita kekurangan uang dan minta lagi padahal aku sendiri jika kekurangan jatah uang bulanan, akan menggunakan uangku sendiri. Dari dulu memang aku enggan sekali meminta uang tambahan ke orangtua. Terlebih papa, yang tak perlu diminta sudah tahu akan jawabannya yaitu tidak. Sementara mama lebih bermurah hati namun tetap saja aku enggan, mungkin karena prinsip. Tiap tahun selalu mendapatkan kado dari orangtuanya yang tentunya mewah. Lalu aku? Bahkan ucapan saja tidak ada, apalagi kado. Jika nilai bagus, hanya sekedar pemberitahuan saja, tidak ada plus ini plus itu. Aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Aku bersyukur dengan semua yang ada. Setidaknya aku sudah pernah menjelajahi berbagai negara. Meski tanpa kado ulang tahun, kado nilai bagus, limit uang yang terbatas, aku diijinkan berkunjung ke berbagai negara. Ada juga teman-temanku mendapatkan semua itu dan juga pernah menjelajahi berbagai negara. Itu sudah keberuntungan mereka yang kalau tidak dimanfaatkan bisa saja sirna. Who knows? Yang terpenting aku bersyukur telah memiliki keluargaku yang tidak romantis tapi pedulu. yang tegas tapi bebas.