Always be grateful

Always be grateful
Just enjoy the path...

Dear YOU

Hello pals!

You come from everywhere...
Here are some stories of mine...
Puzzles that i keep searching through my life

Hope my writing will inspire you...
Make you figure out, when you're sad, there's someone worse than yours.
Make you realize that happiness is something you should share to others.

So, enjoy the pieces of mine ^^

Saturday, October 17, 2009

My Life Adventure

Rumah berpagar putih itu berdiri dengan gagahnya di hadapanku. Kupandangi rumah itu tak banyak berubah. Hanya tampak sepi. Rumah megah ini dulunya milikku. Tempat yang paling nyaman bagiku untuk berlindung dan juga merupakan kediaman mantan pacarku. Beribu bayangan kenangan melintas di benakku hingga aku kembali mengingat dengan jelas kejadian silam yang membuatku kehilangan istanaku ini.

Dulu ada dua buah keluarga hidup bahagia di rumah ini, keluargaku dan keluarga Steve. Mama Steve adalah adik angkat papaku. Karena kebersamaan kami itulah akhirnya aku dan Steve berpacaran. Tentunya setelah mendapat persetujuan kedua pihak keluarga. Setelah sekitar satu tahun hubungan kami berjalan, perusahaan papa terlibat hutang pada bank padahal papa tidak pernah berhutang pada siapapun. Memang sudah tiga bulan ini papa mempercayakan perusahaan kepada papa Steve karena beliau menghadiri pesta rekan bisnisnya di Perancis. Mama juga beserta untuk berlibur di sana. Setelah menghadiri pesta, kedua orangtuaku akan berkeliling dunia. Tak sampai sebulan sejak kepulangan papa, sudah terjadi hal yang sangat mengejutkan bagi kita semua. Belakangan diketahui ada koruptor di perusahaan. Perusahaan yang sudah berdiri selama duapuluh tahun itu hanya dikelola oleh orang-orang kepercayaan papa berarti ada musuh dalam selimut.

Atas persetujuan papa, masalah ini diusut oleh seorang teman baik papa tanpa diketahui siapapun, kecuali aku dan mama. Papa menjadi semakin shock ternyata koruptor itu adik iparnya sendiri. Akibat hutang yang tidak sebanding dengan kondisi keuangan perusahaan, perusahan pun memasuki zona kritis dan diperkirakan takkan bertahan lama alias bangkrut. Sakit jantung yang sudah diderita papa sejak tiga tahun lalu semakin parah dan papa meninggal sebulan setelah perusahaan dikatakan gulung tikar.

Sejak ketiadaan papa, mama menjadi tidak punya semangat untuk menjalani kehidupannya. Kalau kalian bertanya tentang hubunganku dengan Steve, apa yang akan kulakukan terhadap orang yang telah menghancurkan perusahaan dan keluargaku? Yang jelas hubungan kami semakin dingin meski tak sampai mengucapkan kata pisah ataupun putus. Aku juga enggan bertegur sapa dengan Om maupun Tanteku. Hatiku terlalu sakit.

Tiga bulan berikutnya, aku dan mama kembali harus menelan kenyataan pahit. Rumah yang telah didirikan dari hasil jerih payah papa dan yang telah didiami kedua orangtuaku selama hampir duapuluh tahun, bahkan sebelum aku lahir itu disita oleh pihak bank dan dibeli kembali oleh Om. Om juga mengambil alih perusahaan papa yang lama dan mengubah nama perusahaan serta merekrut orang-orang baru. Tak hanya itu, Om dan Tante bahkan tak mengijinkan aku dan mama untuk tetap tinggal di rumah. Pada suatu hari Minggu yang cerah, aku dan mama diusir dari rumah.

Dengan linangan air mata, mama memohon, “Jangan usir kami Ton. Kami mau tinggal di mana? Ellyse juga masih sekolah. Bagaimana dengan masa depannya. Kasihanilah kami Ver…”

“Mengapa Om begitu tidak berperasaan? Tidak ingatkah Om, papa sudah menampung keluarga Om selama sepuluh tahun?” aku menambahi.

Om menjawab dengan lantang, “Kau tidak tahu apa-apa. Selama sepuluh tahun itu aku tak pernah diberi jabatan penting padahal aku adalah satu-satunya adik iparnya. Saat kesempatan emas itu muncul maka aku segera meraihnya.”

Tante juga berteriak keras di telingaku,” Dengar ya, Lis… Aku adik tunggal papamu meski hanya angkat tidak pernah menikmati kekayaannya yang melimpah malah mamamu yang dengan senangnya menikmati semuanya. Sekarang kalian boleh mengangkat kaki dari rumah ini. Rumah ini bukan milik kalian lagi. Ingat! Jangan pernah kembali lagi!”

Aku tetap bertahan untuk tidak menangis di hadapan mereka. Setelah keluar dari rumah, aku dan mama memutuskan untuk tinggal di hotel. Beberapa hari kemudian kami memutuskan untuk mengumpulkan uang milik kami yang masih tersisa di tabungan dan pergi ke Singapura untuk menetap. Dengan uang pas-pasan kami bertahan hidup. Aku putus sekolah dan memutuskan untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Mama tak kuijinkan bekerja. Aku berusaha keras untuk membiayai seluruh kebutuhan kami. Aku harus kuat, itu yang kutanamkan dalam hatiku. Dengan uang yang kusisihkan sedikit demi sedikit akhirnya aku dapat menamatkan sekolahku pada umur duapuluh tahun dengan berhenti sekolah selama dua tahun. Setelah itu, aku melanjutkan studi ke universitas dengan meraih beasiswa.

Dalam empat tahun aku berhasil lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Dapat kulihat air mata bahagia mama memandangku berdiri di podium. Tiga tahun kemudian, inilah aku yang sekarang. setelah perjuangan keras selama beberapa tahun kulalui, aku berhasil meraih prestai yang gemilang. Sekarang aku sudah menjabat sebagai manajer di sebuah perusahaan asing yang telah memiliki banyak cabang di seluruh penjuru dunia. Dengan kata lain, tak ada lagi penderitaan, seluruh hasil kerjaku kudedikasikan kepada mama agar tidak lagi merasakan pahit di sisa hidupnya.

Minggu lalu aku kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiranku untuk mewakili perusahaanku mengadakan kerjasama dengan perusahaan di Indonesia. Aku sengaja mampir ke rumahku yang dulu sendirian sementara mama berada di hotel. Aku mengajak mama kembali karena aku tahu mama sangat rindu kampung halamannya. Tapi takkan kuijinkan mama berkunjung ke rumah ini lagi meski banyak kenangan yang telah kami lewati. Tangisan, canda, tawa, dan kehebohan selalu menghiasi suasana rumah ini.

Tak terasa air mata jatuh menetesi kerah kemejaku mengingat kejadian pahit yang pernah kualami dan juga kandasnya hubunganku dengan Steve. Aku tak pernah berhubungan dengannya lagi setelah aku pergi dari negara ini. Terdengar suara deru mobil menuju rumah ini. Aku segera bersembunyi di balik pohon besar depan rumah. Mobil berhenti di depan rumah disusul seorang pria dan wanita keluar dari mobil. Wanita itu cantik dan anggun. Mereka berjalan beriringan kemudian si pria berbisik pada wanita itu dan berjalan balik ke belakang mobilnya.

“Keluarlah!”

Aku terkejut sejenak kemudian menampakkan diri.

“Apa kabar? Sudah lama tak berjumpa dengamu?” sapanya.

“…”

“Ke mana saja kamu selama ini? Aku mencarimu.”

Aku masih terdiam dan mengamatinya. Dia makin tinggi dan agak kurusan serta mapan. Tatapan matanya tetap teduh yang membuatku betah menatapnya lama-lama.

“Kenapa tidak pernah memberi kabar padaku?”

“Kabarku baik seperti yang kamu lihat. Aku meninggalkan Indonesia setelah diusir secara tidak hormat dari rumah ini.”

“Lis.. Kumohon jangan…”

“Maaf, Steve, tapi kurasa sampai kapanpun aku takkan pernah melupakan semua itu.”

“Lis.. kamu tahu.. aku senang dapat melihatmu kembali.. Aku…. Aku masih mecintaimu..”

“Aku takkan kembali. Lusa aku akan pergi lagi. Steve, bukankah kamu bahagia selama ini? Hidup berlimpah kekayaan dan… ditemani wanita cantik..”

“Bukan… dia itu cuma…”

“Cuma calon istri dan belum menjadi istrimu, iya kan?”

“Lis… dengarkan aku please...”

“Sekali lagi maaf, Steve. Aku harus pergi sekarang. Selamat tinggal!”

“Lis…”

Segera kutepiskan tangannya dan berlari kecil menuju ujung jalan tempat mobilku berhenti.
Inilah keputusan yang kuambil. Semoga aku mengambil keputusan yang tepat. Melupakan semua hal yang berkaitan dengan mimpi burukku. Aku masih mencintai Steve, sampai selamanya dia tetap menempati bagian di hatiku, namun aku tak bisa menerimanya kembali hadir dalam kehidupanku sekarang ini. Biarlah kenangan bersamanya terkubur dalam rumah itu. Aku akan mengingat semuanya sebagai kenangan terindah dalam hidupku. Kenangan pahit akan kulupakan begitu aku meninggalkan negara ini lusa. Inilah kisah petualangan hidupku. Seorang gadis SMA yang hidup berkelimpahan harta dalam sekejap kehilangan semuanya dan harus berusaha hidup susah dan mencoba ha-hal baru yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Seberat apapun itu, aku bangga karena aku mampu melewati itu semua. Aku juga bersyukur pada Tuhan karena Dia masih membimbingku melewati ini semua.

No comments:

Post a Comment