Percayakah kamu sobat pada pertemuan pertama yang kebetulan?
Kisahku dan dia sederhana. Pertemuan sederhana. Namun terukir makna yang mendalam.
Pertemuan singkat yang tak kusangka akan berlanjut pada pertemuan selanjutnya dan akhirnya kami bertemu di dunia maya.
Kisahku dan dia sepertinya sudah ada yang mengaturnya, segalanya terasa kebetulan.
Aku bertanya pada diriku berkali-kali, apakah aku orang yang percaya akan semua kebetulan ini?
Saat dia memutuskan untuk pergi menjauh dan kami terpisah oleh jarak bahkan negara, membuatku merenung, benarkah kami ditakdirkan untuk bersama?
Kepergiannya membuatku merelakannya, yah aku dengan segala prinsipku memutuskan lebih baik begitu.
Dia tidak pernah benar-benar menghilang dari kehidupanku. Dia tetap berada pada tempat awalnya.
Dia tetap berdiri di sana, selalu ada pada momen-momen terbaik dalam hidupku.
Aku tetap mendengar suaranya mengucapkan selamat dari jarak ribuan kilometer.
Dia ibarat semu namun nyata. Dia ibarat rumput liar yang selalu mendampingi tanah subur meski banyak bunga ditanam di atasnya. Dia tetap berada di sana, perasaan yang terpendam kini muncul.
Aku kembali mengingat potongan-potongan kisah tiga tahun terakhir ini.
Kalau saja aku melanggar prinsipku waktu itu. Ah, aku benci "kalau saja". Itu sudah masa lalu.
Aku telah membuatnya kecewa. Aku tidak sepenuhnya menganggapnya ada dan sibuk dengan bunga-bunga indah yang akhirnya akan layu. Sementara dia tetap tumbuh dan selalu berada di sisiku.
Aku kembali merasakan kesenangan siraman perhatiannya. Entah perasaan ini semu atau nyata.
Aku menantikan kepulangannya meski hingga kini tak satupun ide apa yang kita lakukan dan bicarakan nanti.
Sungguh aku merasa egois, aku hanya ingin menguji perasaanku sendiri. Aku hanya ingin mencari tahu apakah semua kebetulan itu memang benar mengarahkan ke akhir yang indah.
Tak ada yang tahu. Tak ada yang bisa membuktikannya.
Aku, dia, dan kisah ini.
No comments:
Post a Comment