Kemarin aku menemukan sebuah novel yang mirip dengan kisahku yang sekarang.
Sinopsisnya seperti ini...
Aku tak akan membiarkan diriku jatuh cinta pada seseorang yang tak bisa kumiliki....
Kau adalah musuh bagi hatiku. Yang membuat aku waspada dan aku buru-buru membentengi diri agar tak terpikat pada pesonamu. Tapi, kau terus memaksa masuk. Seperti kuda Troya, kau sukses menyelusup ke ruang hatiku. Aku memang bertekad menjauhimu, tetapi jantungku ternyata tak cukup kuat untuk membendung setiap debaran yang tercipta karena dirimu.
Aku tahu akan menyesali semuanya, tetapi tak ada yang bisa kulakukan... Aku terlanjur menerjukan diri ke dalam api cintamu. Terbakar bersama cinta yang kelak juga akan membumihanguskan kebahagiaanku. Aku nekat, mengambil risiko terlakua lagi... dan kali ini karenamu.
Aku tak menyangka isi novel ini sungguh menggambarkan kisah yang sedang kujalani.
"Tapi mending lah pernah punya pacara beneran, nah kamu? Pacaran nggak, temenan juga nggak. Apa istilahnya hubungan kalian itu? Pasangan tanpa jadian? Sampai sekarang aku masih ga ngerti dengan konsep 'jalanin aja'. Jalan ke arah mana gitu? Nikah, sekedar pacaran, apa nunggu cewek yang lebih baik datang?"
"Coba, di mata teman-temannya posisimu apa? Sama ortunya dikenalin sebagai apa? Nggak jelas, kan? Lagian ya, yang jadian saja kadang susah pegang komitmen, apalagi yang mengambang kayak kamu. Belum lagi sekarang kamunya di mana, dia nya di mana. Siapa bisa yakin kalau dia sekarang ini nggak lagi ngegebet cewek lain?"
"Segala sesuatu ada waktunya. Orang itu beda-beda sifat dan cara berpikirnya. Dia emang dari dulu berpendapat kalau sebuah hubungan tidak harus dibeli label. Asal saling cocok, ya udah jalanin aja. Toh, tanpa harus dibilangin, masing-masing tahu kalau saling suka. Satu lagi, aku percaya sama dia."
"Maklum, baru pisah empat bulan. Ntar lama-lama juga seminggu sekali kontak. Terus sebulan sekali. Terus putus, deh."
"Pernah dengar kan, cerita dari sepupuku. Dia kayak kamu juga tuh, jalan bareng sama cowok tanpa status. Udah cinta mati, tahu-tahu cowoknya nikah sama cewek lain. Mau nyalahin gimana coba, orang nggak pernah ada kata resmi kalau mereka pasangan."
"Tapi menurutku ya, kamu nggak boleh jadi korban dia terus. Sudah saatnya kamu menentukan sikap. Hubungan tanpa status kalian sudah berapa lama coba, hampir tiga tahun. Aku sih ogah banget dibikin menunggu yang tak pasti gitu. Emang cowok hanya dia saja. Kita ini butuh laki-laki sejati, bukan algojo. Tukang gantung maksudnya. Sekarang kamu harus membela hakmu, mengingat usia juga nih. Pertama, dia itu sayang nggak sama kamu. Kalau dia ngomong sayang aja masih takut, ngapain diterusin. Emang enak kita sayang sendiri. Kan lebih enak sayang-sayangan. Kedua, dia punya rencana masa depan seperti apa? Kalau nggak jelas kalau kamu masuk di dalamnya. ya udah bubar aja, ngapain buang waktu. Ketiga, tanya betul hatimu. Sanggup nggak kamu menjalani hidup selamanya sama dia. Dia bersikap mengambang gitu selama ini, bukan berarti dia akan berubah sikap setelah kalian menikah lho, kalau jadi menikah."
"Aku sudah memutuskan untuk menikah denganmu. Kalau kamu mau, pulang semester berikutnya aku akan meminta ayahku untuk melamarmu. Bagaimana kamu setuju?"
Membisu seperti patung setelah dia menyatakan ingin menikah. Oh, apa yang terjadi? Ini sesuatu yang ditunggu-tunggu. Tapi begitu mendengar secara langsung, nggak merasakan apa-apa. Tidak ada gemuruh, tidak ada getaran, bahkan sepercik rasa senang pun tidak.
Beberapa bait percakapan di atas yang bisa dijadikan pelajaran bagiku, agar aku lebih menggunakan logika daripada mengikuti perasaanku sendiri hingga berujung sakit hati. Ending dari novel ini, ceweknya bersama dengan cowok lain karena sudah mati rasa dengan cowoknya sendiri. Ya aku tidak tahu kisahku akan berakhir seperti apa, seperti akhir dari novel ini apakah sebaliknya. Intinya sih, if you don't treat your girl right, then see other guy doing it.
Maybe it's not always about trying to fix something broken. Maybe it's about starting over and creating something better.
A problems is just the distance between expectation and reality, so either you expect less or accept reality. Then, less expectation, less rejection, less disappointment, less hurt.
He doesn't deserve your love. Other boys, perhaps? Who knows? ;)
ReplyDeleteHalo, Livia. Tetap semangat ya!
ReplyDeleteBtw, novel terbaruku awal Desember 2015 ini dirilis, judulnya LOVE LETTER AND LEUSER, terbitan Gramedia. Semoga kamu juga suka :)
Okay will check it out soon thank you
Delete