Masih kuat melekat di benakku pertemuan pertama kami.
Saat itu dia sedang berada di depan sebuah halte yang terletak di seberang cafe yang sedang kukunjungi. Dia berdiri gemetaran memegang payung untuk menunggu angkutan umum.
Saat itu dia sedang berada di depan sebuah halte yang terletak di seberang cafe yang sedang kukunjungi. Dia berdiri gemetaran memegang payung untuk menunggu angkutan umum.
Aku sedang berkumpul bersama teman-temanku. Cuaca yang dingin dan hujan membuat kami masing-masing memesan secangkir kopi panas. Tak sengaja aku memandang jalanan dan melihat wajah polosnya yang sedikit pucat. Aku bukan salah satu penganut "jatuh cinta pada pandangan pertama" tapi ketika melihat dia, perasaan aneh menjalar di hatiku. Aku bangkit dari kursi dan berjalan ke arah pelayan untuk memesan segelas kopi panas untuk take away. Bahkan, teman-temanku memandang aneh diriku. Begitu kudapatkan kopi dari pelayan, aku langsung berlari menyeberang ke halte tempat dia berdiri. Kuserahkan gelas kopi kepada dia yang tentu saja disambut dengan tatapan terkejut dan sedikit takut. Aku hanya memberikan senyumku sambil berkata, "Untukmu, biar badanmu lebih hangat." Setelah itu aku kembali ke cafe untuk berkumpul kembali bersama teman-temanku. Aku menoleh ke halte dan dia tidak berada di sana lagi. Aku hanya diam membisu saat teman-temanku bertanya.
Banyak yang mengatakan "kalau jodoh tidak akan lari ke mana", mungkin aku termasuk orang yang memegang pepatah ini. Aku bertemu kembali dengannya di sebuah mall. Dia sedang bersama dengan teman-temannya, begitu juga dengan diriku. Sepertinya dia sudah melupakanku sehingga aku memutuskan tidak menyapanya. Beberapa jam kemudian, aku bertemu dengannya di bioskop dan berharap dia akan menonton film dengan jam yang sama denganku. Tetapi tak lama kemudian dia menghilang bersama teman-temannya tanpa sempat kusapa. Ketika aku memasuki bioskop aku melihat kursi di samping temanku ternyata dia, sehingga ku bertukar tempat dengan temanku agar dapat duduk di sebelahnya. Aku membagi pop corn kepadanya dan dia hanya menatap aneh diriku tanpa berkata apa-apa, maka aku memilih diam setelah itu. Setelah film action itu selesai, dia pun pergi bersama dengan teman-temannya tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Aku kembali lagi ditinggalkan dalam diam.
Dua bulan kemudian, aku berlibur ke kota kembang karena menghadiri pernikahan salah seorang teman baikku. Prosesi pernikahan selalu membuatku terharu dan berandai-andai akan seperti apa pasangan hidupku nantinya. Aku membayangkan suatu hari nanti, aku akan memegang tangannya di depan altar dan mengucapkan janji suci setia menghabiskan sisa hidup kami berdua, kemudian aku akan merangkulnya, dan aku akan menjadi pria paling berbahagia. Tak sengaja wajah wanita yang muncul dalam impianku adalah wajahnya. Bagaimana mungkin aku akan bertemu dengannya lagi, karena setiap pertemuan kami hanya diakhiri dalam diam.
Di ruangan megah itulah aku kembali melihat dia dalam balutan gaun mempesona yang hampir membuatku tidak mengenalinya. Dia sedang merapikan tatanan meja dessert di ruangan resepsi, Aku memberanikan diri menyapanya terlebih dahulu.
Aku menghampirinya dan berkata, "Hello, masih ingat sama saya?"
Dia memandang diriku dan menunjukkan raut wajah sedang berpikir, "Kita pernah ketemu di mana ya?"
Seketika itu juga terdiam, aku yang sibuk memikirkannya bahkan membayangkan wajahnya, dia tidak pernah mengingat pertemuan kami.
Aku membalas dengan senyuman dan mengulurkan tangan, "Kalau begitu, mari kita berkenalan. Nama saya Joe, senang bertemu lagi denganmu"
"Saya Ellen, senang berkenalan denganmu" jawabnya dengan singkat.
Pembicaraan kami pun berlanjut tentang tujuan kehadiran kami di resepsi ini. Ternyata dia pemilik toko kue yang diminta teman baikku untuk menyediakan dessert pada acara malam itu. Dessert yang dibuatnya sungguh luar biasa enak, entah karena yang membuat dia atau memang enak, aku tidak dapat memastikannya. Yang pasti, aku bahagia malam ini bertemu kembali dengannya dan tentunya tak kulewatkan kesempatan untuk meminta nomor kontaknya dan akhir pertemuan ini tidak lagi dalam diam.
Setelah beberapa kali kami bertemu lewat media komunikasi, aku memberanikan diriku untuk mengajaknya berkencan. Aku menyiapkan sebuket mawar warna merah muda dan pergi menjemputnya di toko kue miliknya sesuai dengan keinginannya. Setibanya di toko kue itu, dia sedang melayani beberapa pelanggan. Cara dia menatap dan berbicara dengan mereka membuatku semakin kagum pada dirinya. Dia dalam balutan dress yang sederhana dengan make up yang juga sederhana, namun auranya di mataku luar biasa sempurna. Saat itu juga, aku menyadari, "Oh, Tuhan, aku jatuh cinta pada wanita ini, gadis dari kisah hujanku."
Sekitar hampir setengah tahun, di suatu sore dengan hujan ringan membasahi bumi, tanpa sengaja kami bertemu di sebuah restoran Italia. Saat itu aku sedang bersama dengan seorang teman, sementara dia sedang bersama dengan seorang pria. Sesama pria, aku menilai pria itu dengan angka sembilan. Pakaian yang dikenakannya bukanlah setelan murah, jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya bernilai puluh jutaan, parasnya tampan dengan garis wajah tegas, dan tubuhnya berisi. Aku bukanlah apa-apa dibanding dengannya. Mereka terlihat sedang berada dalam pembicaraan serius. Jari Ellen terlihat sedang mengetuk meja, sikapnya ketika dia sedang resah. Karena rasa penasaranku tak bisa dibendung, aku menghampiri mereka, tentunya bersama dengan temanku. Wajah Ellen tampak terkejut dan pria itu langsung bertanya kepadanya bahwa dia mengenalku.
"Ha.. Hai, Joe. Ben, kenalin ini temanku Joe. Joe, ini tunanganku Ben."
Sepotong basa basi yang menghantam keras di pipiku. Ternyata Ellen telah bertunangan dengan pria berkelas seperti Ben. Jelas, dia tidak mungkin memilihku dibanding dengan Ben.
Dia mengajakku bertemu seminggu setelahnya untuk menjelaskannya. Ellen gadis hujanku itu, telah bertunangan setahun yang lalu dengan Ben. Ben, pria nyaris sempurna itu adalah pria yang dicintai oleh dia dan keluarganya. Selama ini, dia hanya menganggapku sebagai teman yang baik. Ben sering pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnis keluarganya. Dia mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak menganggapku sebagai selingkuhan atau sejenisnya, selama ini dia tidak bercerita akan hal ini karena aku tidak pernah bertanya. Ya, itu benar, aku memang tidak pernah bertanya akan hal itu, dan aku menyadari ini kesalahan terbodohku.
Ellen pantas mendapatkan pria sebaik dan sesempurna Ben. Pada pertemuan itu, hujan gerimis membasahi kaca coffee shop, mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kami. Aku bukan takut bersaing dengan Ben. Jika saat itu, Ellen mengatakan padaku bahwa dia tidak mencintai Ben, maka aku akan berjuang, dan aku akan berusaha sesempurna seperti Ben untuk mendampinginya. Namun kenyataannya tidak demikian, sehingga aku harus merelakannya dengan Ben. Kata-kata terakhir yang dia sampaikan padaku sebelum kami berpisah ada sore di tengah hujan gerimis itu...
Dua bulan kemudian, aku berlibur ke kota kembang karena menghadiri pernikahan salah seorang teman baikku. Prosesi pernikahan selalu membuatku terharu dan berandai-andai akan seperti apa pasangan hidupku nantinya. Aku membayangkan suatu hari nanti, aku akan memegang tangannya di depan altar dan mengucapkan janji suci setia menghabiskan sisa hidup kami berdua, kemudian aku akan merangkulnya, dan aku akan menjadi pria paling berbahagia. Tak sengaja wajah wanita yang muncul dalam impianku adalah wajahnya. Bagaimana mungkin aku akan bertemu dengannya lagi, karena setiap pertemuan kami hanya diakhiri dalam diam.
Di ruangan megah itulah aku kembali melihat dia dalam balutan gaun mempesona yang hampir membuatku tidak mengenalinya. Dia sedang merapikan tatanan meja dessert di ruangan resepsi, Aku memberanikan diri menyapanya terlebih dahulu.
Aku menghampirinya dan berkata, "Hello, masih ingat sama saya?"
Dia memandang diriku dan menunjukkan raut wajah sedang berpikir, "Kita pernah ketemu di mana ya?"
Seketika itu juga terdiam, aku yang sibuk memikirkannya bahkan membayangkan wajahnya, dia tidak pernah mengingat pertemuan kami.
Aku membalas dengan senyuman dan mengulurkan tangan, "Kalau begitu, mari kita berkenalan. Nama saya Joe, senang bertemu lagi denganmu"
"Saya Ellen, senang berkenalan denganmu" jawabnya dengan singkat.
Pembicaraan kami pun berlanjut tentang tujuan kehadiran kami di resepsi ini. Ternyata dia pemilik toko kue yang diminta teman baikku untuk menyediakan dessert pada acara malam itu. Dessert yang dibuatnya sungguh luar biasa enak, entah karena yang membuat dia atau memang enak, aku tidak dapat memastikannya. Yang pasti, aku bahagia malam ini bertemu kembali dengannya dan tentunya tak kulewatkan kesempatan untuk meminta nomor kontaknya dan akhir pertemuan ini tidak lagi dalam diam.
Setelah beberapa kali kami bertemu lewat media komunikasi, aku memberanikan diriku untuk mengajaknya berkencan. Aku menyiapkan sebuket mawar warna merah muda dan pergi menjemputnya di toko kue miliknya sesuai dengan keinginannya. Setibanya di toko kue itu, dia sedang melayani beberapa pelanggan. Cara dia menatap dan berbicara dengan mereka membuatku semakin kagum pada dirinya. Dia dalam balutan dress yang sederhana dengan make up yang juga sederhana, namun auranya di mataku luar biasa sempurna. Saat itu juga, aku menyadari, "Oh, Tuhan, aku jatuh cinta pada wanita ini, gadis dari kisah hujanku."
Sekitar hampir setengah tahun, di suatu sore dengan hujan ringan membasahi bumi, tanpa sengaja kami bertemu di sebuah restoran Italia. Saat itu aku sedang bersama dengan seorang teman, sementara dia sedang bersama dengan seorang pria. Sesama pria, aku menilai pria itu dengan angka sembilan. Pakaian yang dikenakannya bukanlah setelan murah, jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya bernilai puluh jutaan, parasnya tampan dengan garis wajah tegas, dan tubuhnya berisi. Aku bukanlah apa-apa dibanding dengannya. Mereka terlihat sedang berada dalam pembicaraan serius. Jari Ellen terlihat sedang mengetuk meja, sikapnya ketika dia sedang resah. Karena rasa penasaranku tak bisa dibendung, aku menghampiri mereka, tentunya bersama dengan temanku. Wajah Ellen tampak terkejut dan pria itu langsung bertanya kepadanya bahwa dia mengenalku.
"Ha.. Hai, Joe. Ben, kenalin ini temanku Joe. Joe, ini tunanganku Ben."
Sepotong basa basi yang menghantam keras di pipiku. Ternyata Ellen telah bertunangan dengan pria berkelas seperti Ben. Jelas, dia tidak mungkin memilihku dibanding dengan Ben.
Dia mengajakku bertemu seminggu setelahnya untuk menjelaskannya. Ellen gadis hujanku itu, telah bertunangan setahun yang lalu dengan Ben. Ben, pria nyaris sempurna itu adalah pria yang dicintai oleh dia dan keluarganya. Selama ini, dia hanya menganggapku sebagai teman yang baik. Ben sering pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnis keluarganya. Dia mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak menganggapku sebagai selingkuhan atau sejenisnya, selama ini dia tidak bercerita akan hal ini karena aku tidak pernah bertanya. Ya, itu benar, aku memang tidak pernah bertanya akan hal itu, dan aku menyadari ini kesalahan terbodohku.
Ellen pantas mendapatkan pria sebaik dan sesempurna Ben. Pada pertemuan itu, hujan gerimis membasahi kaca coffee shop, mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kami. Aku bukan takut bersaing dengan Ben. Jika saat itu, Ellen mengatakan padaku bahwa dia tidak mencintai Ben, maka aku akan berjuang, dan aku akan berusaha sesempurna seperti Ben untuk mendampinginya. Namun kenyataannya tidak demikian, sehingga aku harus merelakannya dengan Ben. Kata-kata terakhir yang dia sampaikan padaku sebelum kami berpisah ada sore di tengah hujan gerimis itu...
"Joe, aku tidak bermaksud menyakitimu, kamu sungguh teman yang baik, namun kurasa setelah kamu mengetahui ini, kamu tidak akan sama lagi seperti dulu, aku menyadari itu dan tidak memaksa kamu untuk tetap menjadi teman baikku. Aku bukan untukmu, Joe, bukan karena Ben lebih baik darimu, sungguh, kamu itu sama baiknya dengan dia, mungkin jika aku bertemu denganmu lebih dulu, aku juga akan mencintaimu seperti aku mencintainya. Aku telah mencintainya dan akan terus mencintai Ben. Aku yakin, suatu hari, hati kamu akan dipilih oleh wanita yang baik seperti diriku, namun itu bukan aku. Thanks ya Joe."
Salam....singgah pertama. Kisah Hujan = NICE ENTRY...Berbagi cerita di sini....jangan lupa singgah balik yeah....@_@
ReplyDelete